Story
Without Title©Sweet Devil
Seohyun x
Kyuhyun
Genre:
Sad Romance, Tragedy.
~Hope u
like it~
Note: Biasanya rumah tradisional baik
Korea maupun Jepang itu punya kebiasaan lantai kamarnya dilapisi tatami.
Semacam tikar anyaman dari bambu.
Chapter 2
.
.
.
“Tunggu
dulu, Kyuhyun-sshi! Seharusnya kau menempati kamar apartemen yang sudah
disiapkan, anda tidak boleh tinggal disembarang tempat.”
Kyuhyun tersenyum tipis, sebelah telinganya yang
memakai earphone menangkap dengan jelas suara panggilan dari ponselnya.
“Ne, tapi aku sudah memutuskan tempat mana yang
akan kutinggali sementara disini. Kau tidak perlu khawatir, tempat itu nyaman
dan yang pasti aman untukku.” Kyuhyun berkata kalem pada sang manajer lewat
sambungan telepon dari ponselnya.
“Tapi
Kyu-“
Click~
Kyuhyun mematikan sambungan telpon diponselnya
secara sepihak, ia melepaskan earphone kecil yang menjadi alat bantu
pendengarannya. Menyimpannya didalam saku mantel bersama ponselnya yang segera
ia nonaktifkan. Kyuhyun menghela nafas panjang, uap gas mengepul dari mulutnya.
Ia mendongak, menatap satu-persatu hiruk-pikuk keramaian stasiun kereta bawah
tanah Jeju. Meski begitu, tak ada satupun suara yang dapat didengarnya dari
keramaian tersebut.
Suhu semakin dingin, hari semakin gelap. Kyuhyun
melirik arloji ditangannya. Waktu menunjukkan pukul 7 malam. Musim gugur telah
tiba, bersama angin sejuk khas musim gugur yang menerpa kulit Kyuhyun yang tak
terlapisi oleh mantel. Dari kejauhan terlihat sosok seorang gadis yang berjalan
kearahnya yang tengah duduk. Blus merah sederhana dengan rok krim, terlapisi oleh
mantel tebal berwarna coklat. Gadis dengan rambut hitam panjang tergerai itu
memakai bendana hitam dikepalanya, dengan sepatu putih tanpa hak, ia berjalan
menuju tempat Kyuhyun duduk dengan dua gelas kopi hangat mengepul ditangannya.
Melihat kedatangan gadis itu, Seohyun namanya.
Kyuhyun tergerak untuk segera berdiri dari posisi duduk nyamannya menontoni
setiap keramian stasiun, menyambut kedatangan gadis itu dengan senyuman.
Seohyun tersenyum manis, nafasnya sedikit terengah, dengan segumpal tipis uap
gas yang mengepul didepan mulutnya. Gadis itu menyerahkan segelas kopi hangat
yang masih mengeluarkan uap kepada Kyuhyun tanpa suara. Kyuhyun menerimanya
dengan senang hati, kemudian mempersilahkan gadis itu agar segera duduk
ditempatnya.
Seohyun kemudian duduk dengan tenang, Kyuhyun ikut
duduk disebelah gadis itu. Keduanya terdiam dalam suasana hening, menyesap
cairan pekat hangat dari dalam gelas masing-masing, liquid manis kepahitan itu
membasahi lidah, masuk ketenggorokan dan kemudian tertelan. Tak ada satupun
yang memecahkan keheningan diantara mereka, masing-masing sibuk mengamati
satu-persatu orang-orang yang hilir mudik melintas di stasiun.
Hiruk-pikuk pergantian kereta. Kedatangan kereta
yang membawa penumpang, keberangkatan kereta yang pergi bersama penumpang,
barisan rapi didepan mesin loket masuk, kerumbungan ramai penumpang yang
menunggu kereta, atau penumpang yang membeli minuman kaleng dan makanan ringan
dari mesin terdekat.
“Ramai ya?”
Kyuhyun tiba-tiba bersuara ditengah keheningan
diantara mereka yang sibuk mengamati keramaian disekeliling mereka. Seohyun
tertegun sesaat, ia menjauhkan bibir gelas kopi dari mulutnya. Balik menahan
pijakan sang gelas diatas kedua pahanya. Ia mengangguk kecil, membenarkan
pertanyaan Kyuhyun barusan.
“Sayang sekali aku tak dapat mendengarnya.”
Kyuhyun bergumam pelan usai melihat anggukan kecil dari Seohyun. Ia tersenyum
hambar menatap lampu atas kereta yang menyala-menyala akan berangkat. Seohyun
lekas menoleh pada Kyuhyun, menatap penuh tanda tanya pada pemuda itu. Kyuhyun
balas menoleh menatap gadis itu.
“Ne, mungkin tidak terlihat dari penampilan luar.
Tapi asal kau tahu saja, aku seorang tunanetra. Sama sepertimu, aku menderita
ketulian.” Kyuhyun tersenyum tipis. Menggaruk pipinya perlahan salah tingkah,
sementara gadis disebelahnya. Seohyun benar-benar shock mendengar pernyataan
pemuda itu. Ia benar-benar tak mengira kalau pemuda baik-baik yang baru saja
ditemuinya sore tadi adalah seorang penderita tuli, tunanetra sepertinya.
Padahal pemuda itu mampu berkomunikasi dengan
baik, dan pemuda itu pulalah yang menolongnya sore tadi. Tapi, mengapa bisa?
“Kau pasti bertanya-tanya, tapi aku mampu membaca
gerakan bibir seseorang. Jadi aku mengerti apa yang akan dibicarakannya. Aneh
sekali bukan?” Kyuhyun tertawa kecil menjelaskan, ia kembali menyesap cairan
kopi didalam gelasnya, liquid hitam pekat itu menyentuh indra pengecapnya.
Seohyun spontan menggeleng, ia kemudian merogoh
saku mantelnya. Mengambil sebuah notebook kecil dan pulpen, lalu menuliskan
sesuatu disana. Setelahnya, gadis itu merobek kertas tersebut, menunjukkan isi
tulisannya pada Kyuhyun yang tengah meminum kopinya dengan tenang.
Kyuhyun tertegun, ia menghentikan sejenak kegiatan
minumnya. Menatap kembali sebaris kalimat yang ditulis Seohyun diatas secarik
kertas yang ia terima. Kyuhyun menatap dalam Seohyun, kemudian tersenyum tulus.
“Tentu saja.” Kyuhyun berkata dengan tulus,
menyimpan dengan hati-hati kertas yang ia terima dari Seohyun tersebut. Pemuda
itu kembali menyesap kopinya, menatap penuh perhatian pada Seohyun yang balas
mengangguk dan tersenyum manis dengan pipi bersemu kearahnya, gadis itu
kemudian juga ikut menyesap cairan kopi dari dalam gelasnya, melirik sedikit pemuda
disebelahnya masih dengan wajah kemerahan.
Kyuhyun tersenyum geli, pikirannya berkecamuk. Ia
yakin gadis itu menuliskannya dengan tulus, entah apakah wajah bersemu Seohyun
karna gadis itu kedinginan atau jangan-jangan karna malu dengannya. Tapi satu yang
pasti, kalimat yang digores diatas kertas yang barusan diterimanya itu, sedikit
menghangatkan perasaannya ditengah suasana malam musim gugur yang dingin ini.
Hanya secarik kertas biasa, yang berisikan sebaris kalimat istimewa.
‘Itu
menakjubkan, bukankah kita akan saling melengkapi?’
...
Seohyun menggeser pintu rumahnya. Lebih tepatnya
sebuah mansion, berarsitektur tradisional dengan gaya istana pada masa Joseon
kuno. Kyuhyun melepaskan alas kakinya, menapaki lantai kayu mengkilap rumah
besar tersebut.
“Kupikir mansion mu lebih cocok disebut istana
Joseon.” Kyuhyun berkata spontan saat ia mengamati satu-persatu arsitektur
serta interior rumah yang masih terkesan tradisional. Seohyun tak berkata
apa-apa, namun tersenyum dalam diam. Gadis itu menuntun Kyuhyun untuk melewati
koridor rumah yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan alam. Serta foto-foto
perkamen kuno berisikan sajak puisi tradisional yang terkenal masa kerajaan
Joseon dulu. Keduaya tiba didepan sebuah pintu geser besar, namun Seohyun
terlebih dahulu berhenti didepan sebuah meja merah yang terletak disisi kanan
pintu.
Seohyun menyalakan kemanyen yang berada diatas
meja tersebut, menepukkan kedua telapak tangannya dua kali. Gadis itu kemudian
menutup matanya, berdoa dalam hati. Kyuhyun yang mengamatinya kemudian menunggu
gadis itu hingga selesai.
Seohyun mengusap penuh sayang pada satu-satunya
pigura foto yang ada disana. Seorang wanita cantik, dengan rambut hitam panjang
yang persis seperti milik Seohyun, tersenyum manis dengan kedua mata bulatnya yang
menyipit.
“Siapa dia?” Kyuhyun bertanya, Seohyun menoleh. Ia
kemudian menuliskan sesuatu diatas kertas notebooknya, kemudian menunjukkannya
pada Kyuhyun.
‘Dia oemmaku.’
“Oemma? Sejak kapan dia meninggal?” Kyuhyun ikut
menatap pigura foto wanita tersebut sementara Seohyun kembali menuliskan
sesuatu dilembar kertas notebooknya yang lain.
‘Tepat 10 tahun yang lalu, hari yang sama saat aku
menjadi bisu.’
Kyuhyun mengamati raut wajah sendu yang tiba-tiba
menyelemuti Seohyun usai ia membaca kertas tersebut. Seohyun kembali menyimpan
notebook dan pulpennya kedalam saku blus merahnya, sementara Kyuhyun bungkam
ditempat. Mata pemuda itu kemudian menemukan sebuah benda kecil berbentuk
panjang, tertancap tepat disamping bilah kemanyen yang menyala dengan segaris
asap tipis.
“Kuas apa ini?” Kyuhyun kembali melontarkan
pertanyaan, meski ia sendiri tak dapat mendengar apa yang dikatakannya. Pemuda
itu menunjuk bilah kayu berwarna kuning pudar tersebut, dengan ujung kuasnya
yang telah kusut dan tipis. Kyuhyun kembali menatap Seohyun, meminta penjelasan
gadis itu. Menahan keinginannya untuk segera menyetuh dan memeriksa kuas tua
itu.
Seohyun tersenyum sendu, ia membuat sebuah gerakan
isyarat. Tangan kanan dengan lima jari yang dirapatkan. Diletakkan dibahu
sebelah kiri dekat telinga. Setelah selesai, kelima jari kedua telapak
tangannya dirapatkan, membuat gerakan membulat dengan telapak tangan
ditekukkan. Tangan kanan diatas, lalu tangan kiri dibagian bawah. Kemudian kedua
telapak tangannya ditangkupkan didepan dada, Seohyun menunduk sedikit. Sebuah
gerakan untuk bahasa isyarat yang dapat dimengerti oleh Kyuhyun.
‘Benda
itu berharga bagiku.’
Kyuhyun kembali tertegun, entah mengapa ia merasa
jemarinya gemetar perlahan. Kyuhyun tak dapat mengontrol detak jantungnya yang
naik secara konstan, ia sendiri tak mengerti mengapa arti dari gerakan isyarat
gadis itu mampu menariknya sehebat ini. Dan senyum sendu yang tergambar diwajah
gadis itu, memikatnya tanpa akhir. Padahal akal sehatnya telah mengatakan bahwa
ia sama sekali tak ada hubungannya dengan benda itu.
Tapi, benarkah? Benarkah ia memang tak ada
hubungannya dengan benda itu? Mengapa perasaannya untuk menyentuh dan memeriksa
kuas tua yang sangat berarti bagi Seohyun itu semakin kuat? Seakan-akan ia bisa
memecahkan seluruh misteri peristiwa 10 tahun lalu, peristiwa yang membuatnya
kembali ke pulau ini, pulau Jeju, pulau penuh kenangan.
Apakah ini takdir? Atau semacam kebetulan?
...
Kyuhyun menggeser tutup pintu salah satu kamar
rumah Seohyun yang sengaja ia sewa sementara ia tinggal di pulau ini. Lelaki
itu menatap sekeliling ruangan berukuran empat tatami itu. Salah satu
dindingnya menjadi lemari pintu geser dua tingkat. Lalu ada rak kecil bertingkat
disudut ruangan, dengan meja kecil yang diatasnya terdapat televisi berukuran
21 inch. Lantai tatami yang terbuat dari bambu berwarna kuning cerah, dengan
beberapa serat kehijauan yang berkilau. Terdapat satu jendela di dinding kamar
yang lain, dengan gorden rendah geser berwarna putih tanpa motif.
Kyuhyun menyukainya. Ia rasa akan menikmati
hari-hari ia akan meninggali kamar bernuansa tradisional yang nyaman dan bersih
ini. Lelaki itu kemudian membuka pintu lemari geser bagian atasnya, lalu
membuka resleting koper ditangannya. Satu persatu ia memasukkan lembaran
pakaiannya yang terlipat rapi. Selesai, Kyuhyun meninggalkan barang-barang
pribadinya tetap didalam koper yang diletakkan disisi tumpukan lipatan
pakaiannya disudut lemari besar tersebut. Ia memeriksa isi lemari bagian bawah,
menemukan peralatan tidur lengkap yang terlipat rapi disana. Sepasang bantal
dan sebuah futon berwarna putih, dengan selembar selimut tipis berwarna hijau
toska dan selimut tebal berwarna biru malam. Selesai memeriksa seluruh isi
lemari, Kyuhyun menggeser pintu lemari tersebut, bermaksud menutupnya.
Kyuhyun kemudian duduk diatas lantai tatami kamar,
menyandarkan punggung letihnya di dinding kamar. Lelaki itu merenung, menatap
langit-langit kamar tempat bergantung satu-satunya lampu disana. Kyuhyun sadar,
keputusannya untuk menolak tinggal dikamar apartemen yang telah disiapkan
manajernya terlalu mendadak. Entahlah, tapi tiba-tiba saja saat gadis itu,
Seohyun. Menawarinya untuk tinggal disalah satu kamar rumah gadis itu yang tak
terpakai, ia segera terpikat untuk menyewanya dan tinggal disana. Seperti ada
semacam tali takdir yang mengikatnya agar terus berusaha bersama gadis itu. Dan
ia tak mengerti mengapa.
Tok... Tok... Tok...
Kyuhyun terkesiap dari lamunannya saat menemukan
dinding kamarnya diketuk tiga kali dari luar, Kyuhyun dapat melihatnya. Dari
balik kertas kayu buram yang melapisi pintu geser kamarnya, duduk seorang gadis
yang diyakininya sebagai Seohyun. Tak membuang waktu lama, Kyuhyun menggeser
pintu kayu kamarnya. Menemukan Seohyun yang tersenyum bersimpuh didepannya.
Kyuhyun terkaget, tak terbiasa diperlakukan seformal ini. Mungkin ia biasa saat
menghadapi orang-orang yang membungkukkan badan mereka dengan hormat, tapi
melihat seorang gadis duduk bersimpuh dengan sebuah senyuman manis tepat
didepan ambang pintu kamarnya tidaklah biasa. Ia seperti bernostalgia dengan
salah satu scene film kolosal Korea pada jaman dinasti Joseon, dimana saat itu
kehormatan dijunjung tinggi.
“Ne, Seohyun. Tidak usah terlalu formal kepadaku,
aku hanya seorang penyewa kamar biasa. Lagipula kita seumuran, bukan?” Kyuhyun
berbicara, mengenali sendiri apa yang tengah dibicarakannya dari gerakan bibir
yang ia rasakan. Seohyun kemudian berdiri, ia kembali tersenyum. Meletakkan
tangannya didepan dada gadis itu memimpin langkah mereka, membuat Kyuhyun mengikuti
satu-persatu langkah gadis itu.
“Kita mau kemana?” Kyuhyun bertanya, meski ia tak
dapat mendengar suara yang dikeluarkannya sendiri.
Seohyun tersenyum kecil, meletakkan satu tangannya
didepan bibirnya. Sebuah gerakan isyarat.
‘Rahasia.’
...
Kyuhyun menatap takjub pada ruangan besar
berdinding bambu tersebut. Disampingnya Seohyun berseri-seri. Lelaki itu
mendekati pinggiran kolam, menyentuhkan ujung jemari kakinya pada air kolam
yang hangat.
Sebuah pemandian air panas.
“Kupikir di Korea tak ada satupun tempat yang
seperti ini lagi.” Kyuhyun bergumam. Ia dapat melihat mata air yang keluar dari
pipa batang bambu, begerak naik ketika air habis, lalu turun saat air terisi
penuh lalu menumpahkan limpahan air hangatnya kedalam kolam. Terus bergerak teratur
seperti itu dengan kecepatan konstan. Kyuhyun menoleh, menatap Seohyun.
Seohyun membuat gerakan isyarat lain, dan Kyuhyun
memahaminya.
‘Keluargaku terus menjaga tradisi ditengah
peradaban teknologi, kau pasti mengerti bukan?’
Kyuhyun mengangguk begitu berhasil menerjemahkan
gerakan isyarat yang cukup rumit itu. Ia membalasnya dengan gerakan isyarat
yang lain.
‘Terima kasih sudah memberitahuku tentang tempat
ini.’
Seohyun tersenyum kecil, ia berdehem tak bersuara.
Bibirnya komat-kamit, dan Kyuhyun seperti biasa menerjemahkan gerakan bibir
gadis itu. Meski Kyuhyun tak dapat mendengar, ia yakin gadis itu menggerakkan
bibirnya tanpa suara.
‘Cheonma.’
Seohyun hendak berbalik, sebelum gumaman suara
Kyuhyun yang pelan memecah bunyi gemericik air yang jatuh dari batang bambu
disudut kolam pemandian. Indra pendengaran Seohyun berfungsi dengan sangat
baik, kehilangan salah satu indranya membuat keempat indra lain yang
dimilikinya jauh lebih peka dari manusia normal yang sempurna.
“Andai telingaku berfungsi, pasti terasa tenang
bisa mendengar suara gemericik air kolam.”
Gadis itu merogoh saku depan bajunya, menuliskan
sesuatu diatas kertas notebooknya. Kemudian menyelipkan potongan kertas
tersebut diantara dinding bambu pemandian. Gadis itu beranjak keluar, menutup
tirai rapat yang berfungsi sebagai pintu tersebut.
Kyuhyun meraih kertas yang terselip diantara
dinding batang bambu tersebut, membaca kalimat yang digoreskan Seohyun
diatasnya. Selesai, lelaki itu menyimpan kertas tersebut dalam saku celananya.
Melangkah menuju pinggiran kolam dengan hati lebih ringan. Sekali lagi, detak
jantungnya bertalu dua kali lebih cepat karna gadis itu. Seohyun, meski tanpa
bunyi suara. Ia berhasil membuatnya terpesona oleh goresan kalimat diatas
kertas yang dibuatnya. Ingin tahu apa yang dituliskan gadis itu?
‘Dan andai aku dapat bersuara, aku pasti akan berteriak
sepuasnya kalau aku sempurna. Tanpa kekurangan satu fungsi indra manapun.
Bukankah Tuhan adil ne, Kyuhyun? Kupikir tak ada satupun manusia yang merasa
cukup, yang tak sempurna bahkan yang sempurna. Hanya tinggal bagaimana
masing-masing menikmati hidupnya. Meski kekurangan, aku menikmati hidupku.
Bagaimana denganmu?’
...
Kyuhyun menggulung handuk basah hangat diatas
kepalanya, ia membiarkan punggungnya terus diguyur oleh air hangat yang keluar
dari pipa bambu. Seluruh tubuhnya segar, letihnya seakan sirna. Air kolam yang
hangat membasuh tubuhnya dengan nyaman. Lelaki itu kemudian menyandarkan
punggungnya kesisi kolam. Ia kembali teringat dengan rencana liburannya di
pulau ini yang diperuntukkan baginya untuk menyiapkan pameran lukisan tahun
depan. Memejamkan matanya sejenak, Kyuhyun perlahan-lahan menyusun kepingan
memorinya selama berada di Jeju seharian ini.
Menjalani kehidupan sebagai tunanetra. Lalu tak
sengaja bertemu dengan gadis tunanetra sepertinya dan menyelamatkannya. Tanpa
ia sadari ia semakin tertarik dengan gadis itu dan seakan tak ingin berpisah
dengannya.
Kyuhyun terkesiap, ia mendadak mendapat ide
cemerlang. Satu-persatu rencana pelukisan untuk pameran tahun depannya tersusun
rapi dalam pikirannya. Ya ia tak akan ragu lagi. Ia akan membuat suatu inovasi
terbaru dalam lukisannya.
Lukisan bersambung. Dimana setiap kanvas yang
dilukisnya memuat potongan-potongan cerita yang runtut, dan ia akan memamerkan
seluruh lukisan yang memuat cerita bersambung itu dalam pamerannya. Sumber
inspirasinya ada disini, tepat berada disisinya sekarang. Kyuhyun dapat
membayangkan tiap lukisan yang akan dibuatnya dalam kanvas-kanvas kosong yang
masih bersih. Dimana kisah bermula pada dua tokoh utama dalam lukisan yang
bercerita tentang lelaki tuli dan gadis bisu yang tak sengaja dipertemukan oleh
benang takdir yang mengikat keduanya.
Kyuhyun memalingkan pandangannya, menatap
satu-persatu bambu tua yang diikat membentuk dinding sekeliling kolam. Sebuah
pemandian air panas tradisional, dengan mata air berasal dari bebatuan gunung.
Kyuhyun mendapatkan ide lagi. Tambahan karakter
untuk dua tokoh utama dalam cerita yang akan dilukiskannya. Setting lukisan
yang akan diambilnya adalah setting waktu pada masa dinasti Joseon. Dimana saat
itu kerajaan dipimpin oleh seorang Raja.
Sang lelaki bangsawan yang tuli, jatuh cinta pada
putri Raja yang bisu. Keduanya saling bersama, namun saling menyembunyikan jati
diri. Pada kenyataannya mereka adalah keturunan bangsawan yang terabaikan karna
tak sempurna, namun masing-masing saling mengaku bahwa mereka adalah rakyat
jelata biasa. Sang lelaki yang menolak bergelut dalam dunia politik yang licik
dan dipenuhi trik, mencintai seni lukis yang bertentangan dengan tradisi
keluarganya. Sementara sang putri yang dituntut cerdik dan cakap, mencintai
kesendiriannya dalam diam sembari menulis sebait puisi.
Kyuhyun tersenyum kecil, ia kembali memejamkan
matanya saat membayangkan bagaimana masing-masing karakter tokoh lukisan yang
akan dibuatnya. Kisahnya bersama Seohyun menjadi sumber inspirasinya, dan rumah
ini juga. Rumah penuh dengan budaya tradisional yang masih belum tersentuh oleh
peradaban teknologi itu juga membuatnya mampu membayangkan bagaimana kedua
sejoli itu akan tumbuh dalam lingkungan kerajaan pada masa dinasti Joseon. Masa
setiap orang dijunjung berdarah ksatria. Menjunjung kesetiaan, keberanian, dan
kehormatan yang berada diatas segalanya.
Lelaki itu tak sabar, untuk menyetuh kulit kayu
kuasnya yang selalu terasa nyaman dalam genggamannya.
Kyuhyun mengguyur tubuhnya dengan air dingin untuk
bilasan terakhirnya, sebelum kemudian melilitkan handuk disepanjang
pinggangnya. Lelaki itu meraih celana training dan kaus sederhana lalu
mengenakannya. Segera ia keluar dari ruang kolam pemandian, rambutnya yang
lepek karna basah masih meneteskan air.
...
Selesai makan malam, Kyuhyun kembali ke kamar.
Dengan segera ia mencari peralatan melukisnya yang ia simpan didalam koper,
tepat dipojok lemari geser berdampingan dengan futon dan selimut tidurnya.
Lelaki itu menggenggam pensil untuk membuat sketsa
dasar diatas kanvas bersihnya. Satu-persatu garis beraturan digoreskannya,
merangkai perlahan sketsa kasarnya. Kerutan halus menghiasi wajahnya yang
serius. Gambaran objek yang akan segera ia buat tercetak jelas dalam memorinya.
Malam yang dingin, tak ada satupun yang dapat didengar oleh Kyuhyun. Bahkan
meski itu suara goresan pensilnya yang bergulir halus, ia tak menyadari bahwa
ada langkah perlahan yang mendekati kamarnya.
Seohyun, berdiri diluar kamar Kyuhyun. Ia
mengintip dari kertas pintu geser kamar lelaki itu, menemukan Kyuhyun yang
bertampang serius tengah mengerjakan lukisannya dalam diam. Gadis itu tersenyum
tipis, setelahnya melangkah menjauhi kamar itu.
‘Sudah kuduga. Cho Kyuhyun si pelukis itu, bukan?’
Seohyun bergumam dalam hati.
Rupanya tebakannya selama ini benar. Ketika lelaki
itu memperkenalkan diri sebagai Kyuhyun, bayangan lelaki pelukis muda yang
baru-baru ini menjadi terkenal berkat lukisan-lukisannya yang menakjubkan
memenuhi pikiran Seohyun. Karna ia adalah salah satu pengagum lelaki itu. Lebih
tepatnya karna sang haraboji, adalah seorang kolektor langganan Kyuhyun.
Goresan cat air yang halus, serta paduan warna
yang natural dan tak mencolok. Objek yang terlihat nyata dan penyampaian makna
lukisan yang tegas merupakan satu dari sekian banyak keunggulan lukisan pemuda
itu. Seohyun memang tak bisa mengomentarinya, namun ia suka mengamatinya.
Meneliti bagaimana halusnya kualitas lukisan yang sempurna, dan Seohyun yakin
Kyuhyun pastilah mengerjakan setiap kanvasnya dengan tulus. Dan ia ingin
menjadi seperti pemuda itu. Yang meskipun tunanetra tetap dapat berkarya dan
berprestasi.
Terlebih ia ingin lebih menghayati tiap kalimat
narasi yang dituangkannya dalam bentuk cerita. Agar novel yang dihasilkannya dapat
maksimal dan mampu mempesona siapa saja yang membacanya, sama seperti pesona
lukisan yang dibuat oleh Kyuhyun.
Seohyun tersenyum kecil, ia menggeser pintu
kamarnya. Tiba-tiba saja gadis itu merindukan pena dan lembaran kertasnya.
Melirik meja kerjanya yang berisi berbagai macam alat tulis, gadis itu menatap
bingkai foto yang terletak disudut meja tersebut. Itu gambarnya, dengan seorang
gadis lagi yang lebih tua beberapa tahun darinya. Im Yoona, sahabat dan
editornya yang selalu bersemangat untuk mendukungnya selama ini. Seohyun sadar,
ia tak akan pernah bisa membalas segala kebaikan dan motivasi Yoona untuknya
selama ini hanya dengan terima kasih saja.
‘Ne, aku juga akan berjuang keras, Yonna-ya.’
Ungkap Seohyun dalam hati dan perlahan mendekati meja kerjanya.
.
.
.
Yoona merapikan benda-bendanya, kemudian
menjejalkannya dengan asal kedalam tas selempangnya. Rambut hitamnya tergerai
bergelombang, dengan poni diangkat keatas menggunakan sebuah penjepit rambut.
Sweater tipis berwarna pinknya dipadu dengan celana berwarna coklat muda. Gadis
itu mematut penampilannya didepan cermin, alisnya berkerut halus. Memastikan
hal apa lagi yang kurang darinya. Ia menjentikkan jarinya, kemudian berbalik
dari cermin. Meraih sebuah scraft berwarna pink keunguan, kemudian
melingkarkannya dileher.
“Hm, sempurna.” Gumamnya lebih pada diri sendiri,
ia mengambil ponselnya yang tergeletak diatas meja. Kemudian melangkah keluar
dari kamar apartemen yang ditempatinya sendirian. Meraih kunci mobil, kemudian
menutup pintu apartemennya tanpa dikunci. Karna memang pintu terkunci otomatis
ketika ditutup dari luar oleh password yang terpasang pada handle pintu.
Gadis itu bergerak menuju lift, menekan tombol
buka. Seketika pula pintu lift terbuka otomatis, gadis itu melangkah masuk. Dan
mematut bayangan dirinya yang buram dari dinding baja lift yang memantulkan
bayangannya. Yoona melirik layar ponselnya, menemukan wallpaper disana adalah
gambar dirinya bersama seorang gadis lainnya. Seo Joo Hyun. Gadis lebih muda
darinya dua tahun itu tersenyum manis didepan kamera saat mereka berfoto.
Yoona tersenyum hangat dibuatnya, perasaannya
membaik ketika melihat foto kenang-kenangan mereka berdua tersebut. Meskipun
Yoona adalah editor Seohyun, mengingat Seohyun adalah seorang penulis berbakat
yang baru saja sukses dengan novel perdananya. Sebenarnya Yoona telah mengenal
Seohyun sejak sekolah dasar, waktu itu mereka memang tak terlalu berteman. Tapi
semenjak mereka memasuki sekolah menengah pertama yang sama, atau sekitar
berumur 13 tahun. Tepatnya setelah Seohyun mengalami sebuah kecelakaan dan ditabrak
oleh orang tak dikenal, sehingga gadis itu kehilangan suaranya. Semenjak itu
pula Yoona bersahabat dengan Seohyun. Awalnya memang berasal dari rasa empati
kepada gadis yang baru saja harus kehilangan
orang tuanya lalu tiba-tiba saja terkena cobaan lain dengan menjadi
bisu, tapi lama-kelamaan rasa empati yang diberikannya pada Seohyun membuat
Yoona sadar. Bahwa semuanya lebih dari sekedar perasaan itu. Ada rasa mengasihi
yang terkandung dalam, ia ingin melindungi gadis itu. Ia ingin bersama gadis itu
dan memelihara senyumnya yang semenjak kecelakaan itu berubah menjadi senyum
palsu belaka, dan Yoona menyadarinya. Karna itu ia ingin menolongnya, menolong
agar gadis itu kembali ceria seperti sedia kala. Menolong agar gadis itu
kembali tersenyum dengan tulus, bukannya memasang senyum palsu yang menyedihkan
itu. Karna itu Yoona ingin menjadi sahabat Seohyun, yang akan selalu ada untuk
gadis itu. Karna Yoona juga ingin melindungi Seohyun, sama seperti gadis itu
dulu melindunginya.
Peristiwa itu sudah lama sekali, jauh sebelum
kecelakaan dan kematian kedua orang tua Seohyun terjadi. Bahkan mungkin Seohyun
telah lama melupakannya, tapi Yoona tidak. Yoona tak akan pernah bisa
melupakannya, melupakan bagaimana saat itu Seohyun untuk pertama kalinya mereka
bertemu menolongnya saat itu. Disaat ia sudah merasa putus asa dan menyerah
dengan hidupnya.
Flashback
Saat itu Yoona masih berada dikelas 3 sekolah
dasar. Ia baru pertama kali berkenalan dengan Seohyun, tentu saja saat itu ia
masih belum akrab. Sejak awal, teman-teman sekelasnya memang sudah seperti
menjauhi dan malas berteman dengannya. Tapi Yoona kecil hanya diam dan tak
mempermasalahkan hal itu. Jika anak-anak lain mungkin akan mengatakan hal
tersebut pada kedua orang tuanya, maka tidak dengan Yoona. Saat anak-anak
seusianya bermanja-manja dengan kedua orang tuanya, ia justru dituntut untuk
lebih mandiri dan bisa melakukan segala halnya sendirian. Karna saat itu, rumah
tangga orang tuanya sedang berada diambang kehancuran.
Rumah kecil yang terlihat tentram dari luar itu
dipenuhi dengan percekcokan panas, pertengkaran, dan adu mulut yang terdengar
nyaring setiap harinya. Kedua orang tuanya tak bisa berhenti bertengkar, mereka
kelihatan seperti tak akan pernah akur. Dan Yoona kecil saat itu hanya bisa
meringkuk ketakutan dalam selimutnya. Rumah yang bagai neraka itu satu-satunya
tempat kembalinya, dan ia tak punya tempat kembali yang lain.
Disaat anak-anak seusianya sibuk bermain dan
belajar, ia justru sibuk menangis dan menangis. Disaat anak seusianya tidak
mengenal apa itu amarah, maka Yoona kecil saat itu sudah sangat mengenalnya
bahkan menontonnya hampir setiap hari.
Sampai pada hari yang naas itu, hari dimana kedua
orang tuanya memutuskan bercerai. Ibunya ternyata tertangkap basah oleh Ayahnya
tengah berselingkuh dengan lelaki tetangga rumah mereka, dan hal itu membuat
Ayahnya marah besar. Yoona kecil hanya bisa mendengarkan dalam isak tangis
dibalik pintu kamarnya yang terbuka dengan celah sempit.
Hari itu, Yoona menunggu salah satu dari kedua
orang tuanya untuk segera menjemputnya. Ia duduk sendirian didepan gedung
sekolah, sementara teman-temannya yang lain sudah pulang terlebih dahulu oleh
jemputan orang tua mereka. Yoona kecil hanya mampu menatapnya penuh iri, hingga
saat itu seorang gadis kecil mendekatinya dan menyapanya dengan sebuah senyuman
ceria yang untuk pertama kalinya ia dapatkan setelah hari-hari suram yang
selama ini dilaluinya.
Yoona tahu namanya Seohyun. Ia gadis kecil adik
kelasnya yang populer. Ceria, menyenangkan, baik hati, pintar, dan murah
senyum. Dan Yoona tak meragukan hal tersebut ketika mereka bertemu walau untuk
pertama kalinya. Sejenak, percakapan ringan diantara mereka membuat Yoona kecil
melupakan perihal kedua orang tuanya. Hingga saat itu Ayahnya datang
menjemputnya. Wajah Ayahnya saat itu pucat, bahkan seperti tak berekpresi
apapun lagi. Pria dewasa yang berstatus sebagai ayah kandungnya itu menyeretnya
pulang tanpa perduli pada kehadiran Seohyun disana yang segera saja juga
dijemput oleh Ibunya.
Yoona kecil hanya bisa menurut dan masuk ke mobil,
sementara sang Ayah segera membawa mereka melaju menuju rumah. Disisi lain,
Seohyun kecil justru mendapat firasat buruk, meyakinkan Ibunya. Akhirnya ia
bersama Ibunya mengikuti kemana mobil yang membawa Yoona melaju.
Setibanya di rumah, Yoona dibuat kaget disana. Ia
menemukan tubuh Ibunya tergeletak tak berdaya diatas lantai rumah dengan kepala
berdarah. Dengan tubuh gemetar Yoona mencoba mengguncang tubuh Ibunya agar
wanita itu segera sadar dan lekas bangun, namun yang didapatinya hanya
keheningan. Dari pojok ruangan, Ayahnya justru datang dengan senyuman
mengerikannya yang menjijikkan. Yoona tahu kalau hal itu adalah perbuatan
Ayahnya, ia menatap Ayahnya dengan penuh rasa benci.
“Jangan menatapku tajam seperti itu, sayang.” Suara
serak Ayahnya yang menyeramkan dan berbeda dari biasanya. Lelaki itu melangkah
mendekati jasad istrinya yang tewas menggenaskan ditangannya sendiri. Sebuah
senyum janggal terpatri diwajah pucatnya, Yoona berjengit menatapnya.
“Ini semua terjadi karna Ibumu sendiri. Dia yang
bodoh meninggalkanku untuk berselingkuh dengan lelaki banjingan itu.
Selanjutnya aku yang akan menghabisi laki-laki itu.” Jemari kurus Ayahnya
menggenggam erat dagu tirus Ibunya yang telah terbujur kaku. Sepasang mata
Ayahnya yang serupa dengannya itu melirik Yoona dengan tajam.
“Tapi sebelum itu harus kuhabisi seluruh saksi
mata yang ada.” Ujarnya penuh penekanan, ia tertawa sinis bagai orang
kesetanan. Lelaki itu membawa sebuah pisau dapur yang disiapkan untuk Yoona,
anak kandungnya sendiri.
“MATI SAJA KA-“
BRAKK~
Lelaki keji yang merupakan Ayah kandungnya itu
segera tumbang ditempat, ketika kepalanya dihajar benda tumpul oleh orang lain
yang berada dibelakangnya. Pupil Yoona mengecil ketakutan, ia melotot tak
percaya pada kenyataan yang harus dihadapinya pada usia dini. Ayahnya sendiri
yang menghabisi Ibunya karna beselingkuh, dan kini lelaki itu juga mau menghabisinya.
Namun beruntung, wanita yang ternyata Ibu Seohyun. Yang tadi dipaksa anaknya
untuk mengikuti Yoona tadi lekas datang dan menghentikan aksi keji tersebut.
Yoona beringsut ketakutan, ia terbaring tak
berdaya diatas lantai marmer rumahnya yang dingin. Keringat bercucuran deras
dari wajah kecilnya, masih tergambar jelas raut ketakutan disana. Seohyun yang
melihatnya segera menghampiri kakak kelasnya itu. Ia beruntung, firasat
buruknya memang benar dan keputusannya untuk memaksa sang Ibunda agar mengikuti
Ayah temannya itu tepat. Ibunya dengan cepat menghentikan aksi lelaki itu, tapi
yang membuatnya sekarang khawatir adalah kondisi Yoona, teman baru yang
dikenalnya pulang sekolah barusan.
Gadis kecil itu gemetar ketakutan dengan wajah
memucat dan keringat bercucuran disekujur tubuhnya. Seohyun menghampiri tubuh
Yoona dan berlutut disisinya. Dengan sebuah senyum hangat ia mengusap kening
Yoona dengan lembut.
“Tenang saja, aku dan oemmaku sudah menolongmu.
Semuanya akan baik-baik saja, kami akan melindungimu. Kau tak perlu khawatir
lagi.”
Kepala Yoona serasa berdenyut, dan sekelilingnya
terasa berputar. Kalimat Seohyun terus terngiang, mengiringi langkah kegelapan
yang kian merengkuhnya. Sebelum kedua kelopak matanya yang terasa berat
tertutup berat, ia dapat melihat. Segaris senyum Seohyun yang penuh kehangatan
meyakinkannya, bahwa bersama gadis itu. Sejenak ia dapat melupakan seluruh
masalahnya, dan ia yakin.
Ia akan baik-baik saja.
‘Gomawo’
Flashback
End
Pintu lift terbuka, seiring dengan lamunannya yang
terbuyarkan dari memori masa lalu. Yoona tiba di lantai dasar, ia hendak
keluar. Berpapasan dengan seorang pria dewasa dengan setelan kemeja formal.
Pria itu sama sekali tak nampak memperhatikan Yoona, ia tengah menelpon
seseorang, terlihat dari android yang berada ditangan kirinya didekatkan
ketelinga, seperti menunggu panggilan. Suara sambungan yang di speaker
terdengar jelas hingga ke telinga Yoona, semula gadis itu mengacuhkannya saja,
hingga sebuah nama yang tak asing mengusik pendengarannya.
“Cho Kyuhyun-sshi.”
Yoona seketika menoleh, wajahnya terkaget. Menatap
pria itu dengan pandangan tak dapat diartikan, pria berkemeja putih itu juga
terlihat bingung saat Yoona menatapnya serius. Yoona baru saja hendak
mengucapkan sesuatu, ketika akhirnya pintu lift tertutup dan sosok pria itu
segera tersembunyi dari balik boks lift yang segera bergerak naik menurut
lantai yang dituju.
Yoona tertenung di tempat, tba-tiba saja sederet
pertanyaan berseleweran dikepalanya.
‘Bagaimana bisa si ‘Cho Kyuhyun’ itu disebutkan
disini? Di Jeju? Bukankah dia sudah menghilang?’
...
Kyuhyun menggeser pintu kamarnya, melangkah keluar
dengan wajah lebih segar pagi itu dengan sepasang kanvas dan pensil sketsa.
Salah satu kanvasnya masih kosong, sementara yang lainnya masih berupa sketsa
setengah jadi. Lelaki itu berjalan disepanjang lantai koridor rumah tradisional
tersebut. Mengamati satu-persatu lukisan dan sajak puisi kuno yang terpasang
disepanjang dinding. Lukisan jejeran pohon Sakura yang terlihat hidup, dengan
helaian kelopak pinknya yang rumit. Suasana musim semi yang kental dan sarat
akan kesederhanaan itu menarik perhatian Kyuhyun. Ia mengamati lukisan itu
lebih lama dibanding yang lainnya. Alisnya berkerut halus, dengan pensil sketsa
tanpa sadar menjadi penyangga dagunya.
“Kau terpesona?”
Seorang pria tua mendekat dan berdiri tepat disisi
Kyuhyun. Kyuhyun tak bergeming, lelaki itu tak menyadari dan tak dapat
mendengar pertanyaannya.
‘Ah, jadi ini penyewa kamar baru yang dibicarakan
cucuku? Tuli, ya?’
Lelaki tua itu meraih sebuah nota kecil dengan
pulpen dari balik kantung hanbok tidurnya. Lalu menyodorkannya tepat didepan
wajah Kyuhyun yang sedikit lebih tinggi dirinya. Kyuhyun terkesiap, ia sangat
kaget begitu tiba-tiba sebuah kertas berisi beberapa kalimat disodorkan
tiba-tiba secara langsung padanya. Mengatur rasa keterkejutannya, Kyuhyun
kemudian menerima kertas itu dan membacanya, sejenak melirik bingung pada pria
tua yang menatapnya dengan sepasang mata coklat tajam yang tak asing itu.
‘Kau terpesona pada lukisan itu, bukan? Menurutmu
bagaimana?’
Kyuhyun melirik lelaki tua itu, menemukan wajah
penuh garis menua itu tersenyum bersahabat padanya dengan mata coklat yang
menyipit. Perasaannya jauh lebih ringan sekarang.
“Lukisannya indah, detail kelopak bunga sakuranya
juga rumit dan mengagumkan, gradiasi warna dan perncahayaan objek yang sempurna
membuat lukisan terlihat hidup, menyampaikan pesan seberapa indahnya musim semi
saat lukisan tersebut dibuat.” Kyuhyun berkata lancar, meski suara yang
diucapkannya sama sekali tak terdengar. Lelaki tua itu tak menyahut, ia
menyodorkan sebuah kertas lain.
‘Apa kau hanya mampu menilai sebuah seni dari
fisiknya belaka?’
Kyuhyun terdiam di tempat, ia kemudian berbalik.
Menatap penuh tanda tanya pada lelaki tua itu. Lelaki itu mengucapkan sesuatu,
Kyuhyun tak dapat mendengarnya. Namun ia mengerti apa yang diucapkan oleh pak
tua itu dari gerakan bibirnya.
‘Kau harus mulai belajar menilai seni bukan hanya
dari sudut fisiknya saja. Belajarlah memaknai karya. Kau punya dua mata tajam
yang harus digunakan untuk mengamati, sama seperti sekarang. Saat kau tak mampu
mendengar, kau akan memahami dari apa yang kau lihat. Matamu istimewa. Saat kau
kehilangan arah dalam membuat sebuah karya, cobalah melihat dari sudut pandang
yang lebih mendalam. Dan kau tak akan pernah tersesat.’
Kyuhyun cengo di tempat. Bertanya-tanya bagaimana
lelaki tua itu mengetahui perihal ketuliannya, setidaknya begitulah yang dapat
dipahaminya dari gerakan bibir tersebut atau memang ia yang mengalami kesalahan
dalam menerjemahkannya.
“Dari mana anda tahu kalau saya... tuli?”
‘Cucuku sudah menceritakan banyak hal tentangmu.
Terima kasih sudah menolongnya saat itu. Cobalah untuk melihat lebih luas apa
yang ada disekitarmu.’
Kyuhyun terdiam, ia masih mencerna satu-persatu
terjemahan gerakan bibir dari lelaki tua yang ternyata adalah kakeknya Seohyun.
Ia masih berlum mengerti, sejujurnya. Sejak penjelasan tadi ia sama sekali tak
dapat memproses apa maksud penjelasan yang sangat ambigu itu. Dan ia hanya bisa
bertanya-tanya disepanjang langkahnya melewati koridor tersebut, meninggalkan
lukisan jejeran pohon Sakura sebelumnya.
‘Melihat lebih luas? Apa maksudnya?’
...
Kyuhyun sampai di beranda belakang rumah tersebut.
Papan kayu yang dijadikan lantai beranda terasa sejuk dengan hembusan angin
musim gugur. Pepohonan rindang di halaman belakang yang menghadap langsung
beranda tersebut membawa hawa keasrian tersendiri yang membuat siapa saja yang
melihatnya merasa lebih tenang. Menelusuri sepanjang beranda, ia menemukan
Seohyun. Gadis itu tengah duduk dipinggiran beranda menopang sebuah netbook
ditangannya. Ia terlihat mengetikkan sesuatu, karna itu Kyuhyun mendekatinya
tanpa membuat suara. Berusaha tak menganggu gadis itu.
‘Sibuk?’
Seohyun mencelos kaget tanpa suara ketika sebuah
kertas tiba-tiba nangkring didepannya. Gadis itu melirik lelaki disebelahnya
yang tersenyum tanpa dosa padanya. Cho Kyuhyun, tengah merapikan peralatan
melukis disampingnya, padahal semenit yang lalu tempat itu masih kosong.
Seohyun menatap penuh minat pada alat-alat lukis tersebut, terutama pada sebuah
kanvas yang telah tergambar sebuah sketsa kasar diatasnya. Penuh dengan rasa
keingin tahuan, Seohyun meraih kanvas tersebut dan menatapnya penuh kekaguman.
Matanya berbinar meneliti bagaimana detail objek yang digambar Kyuhyun. Ia
terpana, rupanya lelaki itu menyampaikan sebuah cerita melalui lukisan-lukisan
yang dibuatnya.
Sketsa yang dipegangnya memakai dua objek manusia
sebagai tokoh utama. Yaitu seorang lelaki berhanbok bangsawan, dengan garis
tegas wajahnya yang tampan. Kyuhyun menggambarkan sang lelaki membawa sebuah
kuas dan sebuah kanvas, dengan mimik wajahnya yang tersenyum sumringah seperti
mengatakan sesuatu pada sang objek lain yang berhadapan dengannya. Yaitu
seorang wanita berhanbok mewah dengan lambang keluarganya, yang dikenal Seohyun
sebagai salah satu tanda keluarga Raja pada masa dinasti Joseon. Seohyun ingat
bahwa salah satu tanda keluarga tersebut terpasang diatas langit-langit ruang
pemandian air panas yang dipakai Kyuhyun semalam. Wanita berkepang itu
digambarkan juga tersenyum namun tanpa gerakan bibir yang membuka, Seohyun
sadar bahwa wanita itu digambarkan Kyuhyun sebagai wanita bisu yang memegang
sebuah pena tinta dengan sebuah perkamen panjang penuh dengan hangul-hangul
sajak puisi kuno.
Mulai dari sini, Seohyun mulai memahami
satu-persatu kepingan cerita yang ingin disampaikan Kyuhyun melalui lukisannya.
Disisi-sisi sketsa lelaki dan wanita itu digambarkan seorang lagi lelaki
berhanbok pengawal yang digambarkan dengan mimik seperti memanggil sang lelaki
bangsawan. Namun sepertinya lelaki bangsawan itu tak menghiraukannya, atau
mungkin disini ia digambarkan sebagai lelaki tuli. Menilik dari kehidupan
Kyuhyun, sepertinya ia memang ingin menggambarkan sang lelaki bangsawan sebagai
seorang tuli yang mencintai kegiatannya melukis, sementara sang wanita
digambarkan sebagai seorang putri bisu Raja yang mencintai kegiatan menulis
bait-bait puisi kunonya.
Latar sketsa yang mengambil setting jembatan taman
dan bangunan istana utama dibagian belakang, jejeran pohon sakura beserta
kelopaknya yang berterbangan. Dibagian bawah jembatan digambarkan sebuah kolam
dengan riak-riak kecil ikan yang hidup disana. Semak belukar disisi-sisinya beserta
tanaman bunga yang lainnya.
Menggambarkan bahwa saat itu, sang lelaki bertemu
dengan sang wanita di musim semi. Tepat disebuah jembatan diatas kolam taman
istana yang dipenuhi pohon Sakura.
Pertemua dua sejoli tunanetra yang dilukiskan oleh
Kyuhyun dalam jalinan benang merah takdir yang mengikat keduanya.
Tiba-tiba Seohyun tersadar, ia menatap penuh makna
Kyuhyun yang tersenyum kecil padanya seakan isyarat matanya mengatakan.
‘Aku terinspirasi dari kisah kita.’
Dan Seohyun hanya bisa menutup mulutnya penuh
haru, ia tak pernah menyangka. Secuil kehidupannya mampu dijadikan inspirasi
dalam sebuah lukisan seindah karya Kyuhyun. Dan Seohyun sangat menghargainya,
bahkan lebih dari itu. Seohyun mengaguminya, mengagumi bagaimana tiap goresan
pensil Kyuhyun diatas kanvas itu memberi makna tersendiri setiap bagiannya.
Seohyun kemudian meletakkan kanvas tersebut,
menatap pada Kyuhyun yang kini sudah sedia dengan kanvas kosongnya yang lain.
Punggung tegapnya tersandar di dinding, tangannya menggenggam pensil untuk
membuat sketsa lukisan yang lain. Seohyun bangkit dari duduknya, perlahan
beringsut dan duduk menghadap lelaki itu, mendekat kearahnya. Seohyun membuat
gerakan isyarat, Kyuhyun menerjemahkannya.
‘Cerita dalam lukisanmu. Bolehkah juga aku membuatkannya
dalam bentuk tulisan, aku seorang novelis. Kupikir akan menarik jika aku
membuat rangkaian ceritanya dan kau membuat ilustrasinya dalam bentuk lukisan.’
Kyuhyun mengagguk yakin, ia tersenyum kecil.
Menandakan bahwa pemuda itu setuju, bahkan sangat setuju. Sebenarnya ia tak
menyangka bahwa Seohyun adalah novelis, dan kebetulan yang sangat tepat gadis
itu mampu merangkai cerita dalam benaknya nanti.
“Ayo kita bekerja keras sama-sama, ne?” Kyuhyun
mengucapkannya dengan tulus, Seohyun mengangguk dalam. Keduanya saling
melemparkan senyum. Menyandarkan punggungnya ke dinding samping Kyuhyun,
keduanya kemudian larut dalam kegiatan masing-masing.
Sementara Kyuhyun membuat ilustrasi lukisan untuk
potongan cerita kedua, Seohyun menuliskan kalimat-demi kalimat potongan cerita
sketsa lukisan Kyuhyun yang pertama.
...
Seohyun baru saja menyelesaikan potongan cerita
pertama, ketika ia menoleh untuk menatap Kyuhyun. Gadis itu menemukan Kyuhyun
tengah duduk bersandar dengan pensil sketsa masih dalam genggamannya, hanya
saja matanya terpejam dan lelaki itu tertidur lelap. Seohyun terkekeh tanpa
suara, menatap wajah lucu Kyuhyun yang terlelap karna letih.
Ia melirik sketsa lukisan Kyuhyun yang kedua,
masih belum selesai. Namun sudah ada gambar lelaki bangsawan tuli dilukisan
sebelumnya bersama putri Raja yang bisu. Digambarkan keduanya bertautan tangan,
atau tepatnya bergandengan tangan. Mimik wajahnya yang digambarkan tertawa
bahagia dengan kedua mata menyipit. Saat itu hanbok yang digambar Kyuhyun untuk
keduanya jauh lebih sederhana dan tak semewah dalam lukisan sebelumnya yang
berada di kawasan istana. Keduanya justru terlihat seperti sepasang kekasih
dimadu cinta yang berasal dari kaum rakyat jelata, bukan seperti pada kenyataan
bahwa mereka adalah seorang bangsawan kerajaan. Setting yang digambar disana
masih belum selesai, namun terlihat dari goresan-goresan pensil disana bahwa
Kyuhyun ingin memakai setting pasar rakyat jelata pada masa dinasti Joseon
lalu.
Seohyun tersenyum kecil, ia mengerti. Rupanya lelaki
itu ingin membuat sebuah cerita rumit yang penuh intrik dan lika-liku.
Sadar bahwa tubuhnya juga mulai lelah. Seohyun
menyandarkan punggungnya ke dinding kemudian memejamkan mata. Tak lama ia
terlelap, dan perlahan bahunya jatuh kebahu Kyuhyun. Dalam posisi ini keduanya
tidur berduduk seperti saling berdampingan.
Dari kejauhan, terlihat seorang gadis mendatangi
mereka dari halaman depan. Im Yoona tertegun ditempatnya, saat menyadari siapa
sosok disamping Seohyun yang duduk dengan tenang disebelah gadis itu.
Yoona mengenalnya. Dulu ketika Seohyun jatuh koma
selama beberapa hari, ia mengetahui bahwa salah satu penabrak Seohyun adalah
orang yang bernama Cho Kyuhyun. Yoona pernah menemuinya sekali, dan ia tak
pernah melupakan garis wajahnya yang tegas yang tak berubah sampai sekarangpun.
Hanya ditambahi beberapa garis kedewasaan saja.
Tangan gadis itu terkepal, ia tak habis pikir.
Bagaimana pemuda itu tanpa rasa bersalah tidur dengan damai disebelah gadis
yang pernah ditabraknya dulu. Kejamnya saat itu Seohyun tak pernah tahu siapa
nama dan bagaimana rupa orang-orang yang menabraknya dan berhasil merenggut
kebisaannya berbicara dulu.
“Cho Kyuhyun...”
Suara Yoona yang menggeram tertahan oleh amarah,
wanita itu menatap penuh benci pada Kyuhyun. Ia telah bersumpah tak akan
memaafkan orang yang telah menabrak Seohyun, padahal ia telah berjanji akan
melindunginya saat itu.
Kyuhyun rupanya kembali kehadapan Yoona, namun
ingatan pemuda itu akan kecelakaan di masa lalu telah buram dan mengabur.
Sehingga ia melupakan faktanya sedikit-demi sedikit, bagaikan terkikis oleh
erosi dipadang pasir.
.
.
.
Continue~
Sebelumnya
maaf kalau banyak typo karna nggak sempet cek ulang. L selain itu maaf lama lanjutnya
karna bulan ini adalah bulan tersibuk author. Mulai dari pra-UN, UAS, sampai
UAMBN. Buku bacaan yang menumpuk bikin author baru tersentuh netbook buat
ngetik fict ini lagi. Untuk Lucky Guy nanti menyusul ya, nggak tahu apa masih
ada yang mau nunggu ntuh fict ‘_’. Chingu, please coment dan like kalian ya,
saya tahu chapter ini membosankan dan panjang. Tapi dibagian ini adalah
pengembangan cerita untuk ke tahap selanjutnya, dan author sengaja bikn
panjang-panjang karna takut nanti lanjutannya bakal lama. Hehe
Tolong
sekali kepada readers yang udah baca semua harap meninggalkan koment dan like
kalian ya? J